Literasi di Tengah Pandemi“Kisah Sukses Bu Iin Tulis Buku
Literasi Digital Nusantara di Tengah Pandemi”
“Tatkala umurku habis tanpa karya
dan pengetahuan, lantas apa makna umurku ini”? (Syaikh Hasyim Asy’ari)
“Menulislah, karena tanpa menulis
engkau akan hilanh dari pusaran sejarah”. (Pramudya Ananta Toer).
Dua ungkapan dari perkatan Syaikh Hasyim Asy’ari dan Pram di atas menjadi kalimat penutup yang disampaikan Ibu Dra. Mussin, M.Pd., saat berbagi pengalaman “Belajar Menulis Buku” pada Kelas Belajar Menulis bersama Omjay Angkatan ke-15, Jum’at (14/08/2020) malam.
Malam itu, Bu Iin sapaan akrabnya berbagi resep menulis buku “Literasi Digital Nusantara” yang ditulisnya dalam waktu singkat, yakni hanya sepekan.
Guru Bahasa Inggris SMP 1 Tarokan
Kediri ini menuturkan, ini berasal dari materi
kuliah singkat berjudul "Digital Mindset, yang disampaikan Prof. Eko Indrajit di Ekoji Channel
(https://www.youtube.com/watch?v=8oMCQspJOII).
Kemudian materi ini dikembangkan oleh Bu Iin berdasarkan berbagai referensi baik mulai dari surat kabar, buku sampai informasi yang ada di internet.
Selain itu itu guru kelahiran kota Tahu Takwa 6 Juli 1970 ini juga memperkaya bahan rujukan buku nya dengan
pengamatan kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak dinafikan , observasi lapangan
juga sangat berperan dalam penulisan buku ini.
Literasi Digital (LiDi) merupakan
topik yang menarik, karena Indonesia merupakan salah satu negara pengguna
internet terbesar di dunia. Inilah yang membuat SDN Kras I Kediri (1980) ini
terarik untuk menulis tema ini dalam bentuk buku.
“Saya tertarik menulis materi ini
karena berdasarkan data yang dirilis data statisk menunjukkan bahwa Indonesia
masuk dalam 10 negara dengan pengguna internet terbesar di dunia”, ungkapnya.
Ia melanjutkan bagwa Indonesia
berada di peringkat kelima dengan pengguna internet sebanyak 143,26 juta per
Maret 2019. Artinya masyarakat Indonesia membutuhkan panduan dan rambu-rambu
literasi digital, agar tidak terjatuh ke dalam penyalahgunaan media internet.
Oleh karena buku ini
didedikasikan sebagai panduan literasi digital berbasis data, sang penulis
berupaya memperkaya buku ini dengan berbagai data akurat terkait pengguna
internet di tanah air.
Menurut penuturannya, dalam
memaparkan data-data tentang pengguna internet beliau menggunakan data hasil
survey Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia.
“Hasil survei tersebut saya
gunakan sebagai data penulisan dan saya paparkan berdasarkan pengamatan dan
referensi yang lain”, jelasnya.
Berikut adalah infografis tentang pengguna internet di Indonesia.
Berdasarkan data tersebut nampak
pengguna internet terbesar adalah
generasi Z (data tahun 2018). Kemungkinan besar karena PJJ di era pandemi
Covid-19, generasi Apha juga mulai menjadi pengguna dalam prosentase yang
besar.
Menurutnya pembahasan tentang
jumlah dan karakteristik masing-masing generasi ini sangat menarik. Karena berdasarkan tahun kelahiran dan kondisi tumbuh
kembang mereka sangat memengaruhi perilaku dalam berinternet.
Selanjutnya peserta Short Course
di SEAMEO RELC Singapura tahun 2015 ini menguraikan secara singkat profil dan
ciri khas generasi Z ini.
Generasi yang lahir antara tahun
1995-2010 adalah Generasi Z atau dikenal dengan iGeneration atau Generasi Net. Mayoritas
anggota generasi ini masih di bangku sekolah dan kuliah. Hanya sebagian kecil saja yang masuk ke dunia kerja.
Gadget dan internet telah menjadi bagian dari kehidupan mereka sejak kecil.
Implikasinya mereka menyukai hal yang instan, kenyamanan dan multi tasking.
Popularitas diperoleh di berbagai
media sosial melalui unggahan-unggahan yang menunjukkan style mereka.
Hedonisme sudah menjadi urat nadi yang tidak bisa terlepas dari kehidupan
sehari-hari. Mereka menyukai berbelanja secara online sekaligus pelaku industri
ekonomi kreatif di dunia maya. Uang tidak lagi untuk investasi seperti yang
dilakukan generasi sebelumnya, namun untuk keperluan fashion, travelling dan
kuliner.
Paparan tentang data penggunga
internet di Indonesia dan karakteristik generasi Z di atas merupakan isi Bab 1
dari buku ini.
Selanjutnya pada Bab 2
alumni IKIP Negeri Malang Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris ini membahas tentang Media Sosial (Medsos). Di sini dibahas
berbagai hal penting tentang Medsos. Berdasarkan hasil survei APJII tahun 2018,
alasan warganet +62 menggunakan internet adalah berkomunikasi, bermedia sosial
dan mencari informasi tentang pekerjaan.
“Murid-murid saya jika diajak
menggunakan platform Google Classroom dalam pembelajaran selalu mengatakan
bahwa paketan yang dibeli adalah paketan media sosial”, terangnya.
Hal ini membuktikan, generasi Z
umumnya menggunakan internet untuk keperluan mengakses medsos seperti facebook,
twitter, whatsapp, instagram, telegram, dalan lain sebagainya.
Pembahasan mengenai media sosial mencakup, (1) Pengertian,
(2) Jenis-jenis media sosial, dan (3) Kelebihan dan kekurangan media sosial.
Founder LSM YAPSI ini
mengungkapkan bahwa penggunaan internet
yang tidak dimbangi dengan kecerdasan digital akan mengakibatkan pengguna
internet menjadi korban kejahatan digital atau bahkan menjadi pelaku kejahatan
digital.
Di Indonesia UU yang mengatur tentang Informasi Elektronik
dan Transaksi Elektronik disebut dengan UU ITE. Menurutnya diantara UU ITE yang
sering dilanggar oleh warganet adalah pasal 27 yang berisi tentang larangan
mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan atau dokumen elektronik
bermuatan asusila (ayat 1), perjudian, (ayat 2) pencemaran nama baik (3), dan
pemerasan dan/atau pengancaman (ayat 4).
Menurutnya Undang-undang ini perlu disosialisasikan kepada
para warga net utamanya kepada para remaja yang merupakan pengguna internet
terbesar di Indonesia.
Melengkapi pembahasan
tentang dunia media sosial, di bagian akhir Bab 2 ibu Iin memaparkan tentang jenis-jenis kejahatan siber
yang sasaran empuknya dalah mayoritas anak-anak usia 15-19 tahun.
Penjelasan tentang masing-masing jenis kejahatan di dunia maya
beserta contoh kasusnya dapat temukan di
akhir Bab 2.
Ketika ditanya tentang tips mencari dan mengumpulkan referensi dan data yang akurat dalam proses
penulisan buku yang singkat ini, alumni
Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra di
Universitas Negeri Surabaya (2006-2009)
menyampaikan, ada dua langkah yang dilakukannya, yaitu; (1) Banyak membaca berbagai sumber, dan (2) Mevalidasi
data dengan sumber yang lain.
“Jadi tidak percaya hanya dari satu sumber”bebernya.
Sebab proses penulisan buku ini kata dia, “Saya lakukan hanya dari rumah, semua sumber berasal dari internet, surat kabar dan buku buku yang saya beli
secara online”.
Bu Iin juga berbagi tips dan langkah preventif menyelamatkan
generasi Z dari dampak negatif internet. Yakni
melalui pendidikan tentang literasi digital di lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat.
“Ini tidaklah mudah,
karena banyak anak anak di usia dini sudah memiliki hp tanpa kontrol
orang tua”, pungkasnya.
Proses penulisan buku ini hingga terbit bukan tanpa hambatan
sama sekali. Mulai dari waktu yang
mepet, berburu dengan deadline, hingga perasaan jenuh yang menghinggapi
pikirann.
“Buku ini adalah berkah Covid 19. berkat Covid, banyak waktu di rumah dan menghasilkan karya.
Setelah hujan pasti ada pelangi”, tandasnya.[]
Anda beda. Bagus tulisannya, Pak.
BalasHapusTrimakasih
Hapus#SalamLiterasi
👍👍👍👍👍
BalasHapusTrimakasih.
Hapus#Salamliterasi
Keereeen
BalasHapus