Beberapa saat di
beranda facebook saya lihat berita tentang kritikan Netizen kepada akun twitter DW Indonesia. Pasalanya
akun @dw_indonesia memposting video pendek tentang paksaan berjilbab bagi anak.
Cuitan yang di-posting pada (25/09/2020) pukul 12.11 PM tersebut, "Apakah anak-anak yang dipakaikan jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan"?
Sementara pada keterangan scranshot video tertulis, "Anak-anak, Dunianya dan Hijab".
Ini agak aneh sebenarnya. Mengapa pembiasaan jilbab kepada nak anak kecil dipermasalahkan? Jika alasannya soal pilihan dan keinginan, mengapa hanya jilbab dan hijab yang dipermasalahkan?
Mengapa menyuuruh anak belajar membaca dan menulis atau sekolah, misalnya tidak dipermasalahkan? Apakah anak sudah punya pilihan dan keinginan untuk bersekolah dan membaca, menulis dan berhitung serta mengerjakan tugas sekolah lainnya?
Kelihatannya panik amat dengan pembiasaan berjilab bagi anak?
Dalam video tersebut juga nampak seorang psikolog berinisial RI
menganggap pembiasaan berjilbab bagi anak akan membuat anak kebingungan dalam bersikap dan bergaul.
“Jadi resikonya adalah memakai sesuatu tapi belum paham betul konsekuensi dari
pemakaiannya”, tuturnya.
Menurut saya ini logika yang kacau. Apa salahnya anak
dibiasakan melalukan sesuatu yang baik walau belum paham konsekuensinya. Toh
secara umum anak-anak belum tahu menahu konsekuensi dan dampak dari apa yang
dibiasakan oleh orangtua atau guru kepada mereka.
Lalu mengapa hanya pembiasaan berjibab yang dianggap berresiko.
Seolah-olah anak rusak mentalnya jika terbiasa berjilbab sejak kecil? Kan aneh
cara berpikir psikolog seperti ini.
Ia juga mengungkapkan dalih, “Permasalahannya, jika kemudian
hari bergaul dengan teman-teman yang agak berbeda pandangan boleh jadi dia
mengalami kebingungan apakah dengan dia berpakaian tersebut dia punya batasan
bergaul”.
Ini juga gak kalah aneh. Seorang psikolog tapi seperti
gak ngerti dunia anak-anak. Soal bingung atau tidak, namanya anak-anak
pasti ada saja anak yang bingung. Tapi yang seperti ini tergantung anaknya dan
cara komunikasi orangtua kepada anak.
Dan patut diketahui, yang membingungkan dan menimbulkan tanda
tanya bagi anak kecil bukan hanya soal jilbab. Hampir semua hal mengundang
tanda tanya bagi anak. Sehingga sudah menjadi tanggung jawab orangtua menjawab
kebingungan-kebingungan tersebut.
Adapun anak menjadi canggung dalam bergaul karena pakai
jilbab, ini argumen yang terkesan berlebihan dan dipkasakan. Di satu sisi ana
nilia positif, anak jadi belajar lebih dini tentang etika dan batasan
pergaulan.
Dari sisi pendidikan hal ini justru baik. Karena menanamkan
adab dan karakter sopan santun dalam berpakaian sejak dini. Bukankah karakater,
adab dan budi pekerti harus ditanamkan melalui pembiasaan?
Atau sebegitu burrukkan jilab bagi wanita Muslimah wahai
kalian kaum feminis? Sehingga pembiasaan jilbab sejak dini, seolah menjadi
sebuah ancaman dan bahaya yang mengancam masa depan anak?
Sebenarnya generasi bangsa yang bagaimana yang kalian
dambakan? Apakah generasi wanita tanpa simbol dan syi’ar Islam? Apakah inklusif
itu harus melepaskan simbol Islam? []
Baarakallahu fiik duktuur..
BalasHapusMaa syaa Allah..