Hari ini, Senin (19/10/2020) saya menemukan satu nsehat
menarik di akun facebook sahabat saya, Ustadz Syaibani Mujiono. Sekretaris Jenderal
(Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah (DPP WI) ini memberi judul
nasehatnya dengan, ‘’Sadarlah Wahai Kawan”.
Nasehat ‘’Sadarlah Wahai Kawan” ustadz Syaibani sebenarnya
ditujukan kepada beberapa teman kuliah dahulu atau kawan ngaji yang seolah-olah
bagai kacang lupa akan kulitnya.
Mereka yang dimaksudkan dalam tulisan “Sadarlah wahai Kawan”
tersebut adalah bebera teman yang dahulunya bersama-sama dengan kami dan
penulis dalam menuntut ilmu. Dahulu kami kuliah di kampus yang sama, nyantri di
Ma’had yang sama, mengaji di Ustadz yang sama dan mengkaji kitab yang sama.
Namun hari ini sebagian diantara mereka balik menganggap
kami sesat. Bukan hanya kami yang
dianggap sesat, tapi guru-guru kami yang dulu mengajarkan dasar-dasar ilmu
Islam juga dianggap sesat. Bahkan yang lebih menyedihkan, sebagian diantara
mereka ‘’malu’’ untuk mengakui kalau pernah berguru pada Ustadz kami. Bahkan
menyembunyikan dan atau menyamarkan identitas gurunya.
Sikap seperti ini tentu sangat tidak terpuji. Bagaimanapun,
guru tetaplah guru. Kita selamanya adalah murid dari guru kita. Begitu kata
Ustadz Syaibani.
Berikut tulisan dan nasehat lengkap beliau.
Murid selamanya akan menjadi murid. Seorang yang baik dan memiliki sifat wafa (kesetiaan)
tentu tidak akan pernah melupakan jasa orang yang telah menanam kebaikan
kepadanya, sekecil apapun jasa itu. Seandainya jasa itu sekedar urusan duniawi semata, orang yang punya nurani dan akhlaq baik akan berusaha membalas kebaikan itu. Bagaimana lagi jika kebaikan itu berupa bimbingan
mengenal Agama dan ilmu.
Sering kita mendengar para ulama menjelaskan bahwa siapa saja
yang engkau telah duduk di majelisnya meskipun hanya mendengar satu hadits maka
dia adalah gurumu. Tapi terkadang ada orang yang sudah belajar banyak hadits
dan banyak ayat, namun karena sudah merasa lebih berilmu dan merasa lebih baik
dalam manhaj(menurut pengakuanya), maka ia melupakan semua kebaikan gurunya. Bahkan tidak mau mengakui sebagai gurunya. Padahal pertama kali dia mendengar kata salaf
dan dakwah sunnah dari guru tersebut.
Bagaimana lagi dengan keadaan seseorang yang mengenal sunnah
dan dakwah lewat gurunya, belajar ilmu dan manhaj salaf, setelah merasa lebih nyunnah
dan nyalaf kemudian menghujat guru yang telah mengajarinya Bahasa Arab,
ilmu ushul dan ilmu alat untuk memahami Agama dengan baik dan benar? Tentu sikap seperti ini adalah bagian dari kufur
nikmat dan hilangnya sikap Wafa'.
Kawan, sehebat apapun anda, senyalaf apapun anda dan
se-nyunnah apapun anda, ingatlah orang yang telah berbuat baik kepada
anda. Apalagi ilmu yang bermanfaat bagi
perjalanan keilmuan anda. Merenunglah sejenak! Jangan sampai anda menghujat
guru anda(meskipun anda tidak mengakuinya sebagai guru), hanya karena malu mengakui sebagai guru atau
anda ingin mendapatkan pengakuan dari ustadz lain atau komunitas tertentu.
Kawan, saya yakin meskipun lisan anda tajam kepada mantan
guru anda(sebenarnya tidak ada mantan guru), namun saya yakin batinmu menangis
dan menyesalinya kecuali memang hati itu telah tertutup dengan kesombongan dan
ujub.
Hal yang perlu saya ingatkan kawan, ketika anda menulis
dengan rinci semua guru anda yang bisa mendukung reputasi anda dan mendapatkan pengakunya terhadap kesalafan
anda, namun anda me-mubham-kan fase perjalanan belajar anda di satu
tempat, maka itu termasuk dalam tadlis dan tidak baik dicontoh bagi para
penuntut ilmu.
Kawan, ketika semua hujatan anda menjadi sebab kebencian dan hujatan orang lain dari tulisan anda dan
suara anda maka selamanya akan menjadi dosa jariyah bagi anda sampai hari
kiamat selama anda tidak bertaubat dan menarik semuanya itu, bukan satu atau
dua orang saja, namun bagaimana jika itu banyak orang.
Kawan, ingat pepatah "kama tadiinu tudaan".
Jika orang yang anda hujat tidak
membalas hujatanmu maka bisa jadi suatu saat engkau akan mendapatkanya dari
orang lain, dan itu sudah kita saksikan dari hal yang seperti ini.
Kawan, sebelum menjadi beban beratmu di akhirat kelak, maka
kami ingatkan berhenti dan jangan engkau lanjutkan prilaku buruk seperti itu
karena siapapun yang engkau dhalimi haknya dan kehormatanya maka akan
menuntutmu di akhirat kelak.
Kawan, murid selamanya akan menjadi murid, gurumu tidak gila
akan hormatmu dan pujianmu. Namun kami
sebagai teman yang pernah bersama belajar di STIBA dan Wahdah Islamiyah merasa
heran dan kecewa dengan sikap-sikapmu. Entah manhaj apa yang telah merasukimu sehingga
engkau mengalami amnesia dimana engkau telah belajar dan menimba ilmu.
Kawan, keberkahan ilmu ketika kita menghargai guru kita
bahkan mendoakanya dalam kebaikan, bukan dengan melupakan atau bahkan menghujatnya.
Semoga Allah memberi kita selalu jalan terbaik, berbakti
kepada guru hingga bertemu dengan mereka semua di surga-NYA, Amiin. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar