Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Qs. Al-Baqarah: 183)
ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا
الَّذِينَ آمَÙ†ُوا Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ُ الصِّÙŠَامُ ÙƒَÙ…َا Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙ‰ الَّذِينَ Ù…ِÙ†
Ù‚َبْÙ„ِÙƒُÙ…ْ Ù„َعَÙ„َّÙƒُÙ…ْ تَتَّÙ‚ُونَ ﴿١٨٣﴾
Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa, (Qs. Al-Baqarah: 183)
“Allah Ta’ala berfirman dengan
mengarahkan pembicaraan kepada orang-orang beriman dan menyuruh mereka berpuasa
(shiyam), yakni menahan diri (imsak) dari makan, minum, dan bercampur
suami-istri disertai niat ikhlas karena Allah ‘azza wa jalla, karena di dalam
puasa tersebut terkandung pensucian jiwa serta membersihaknnya dari kotoran
yang buruk dan akhlaq yang hina”. Demikian dikatakan Al-Imam Imadudin Abul Fida Isma’il bin Umar bin Katsir
rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini.
Awal
ayat ini, “Wahai orang beriman” merupakan seruan cinta yang sangat
indah dari Allah. Ini adalah panggilan indah dari Tuhan semsta alam yang
menciptakanmu, memberimu rezki, dan menjadikanmu dari tiada menjadi ada, serta
menunjukimu dan memuliakanmu. Demikian dikatakan Syekh Prof. DR. Nashir bin
Sulaiman al-Umar hafidzahullah dalam kitabnya Liyadabbaru Ayatihi (hlm.23). Seolah
Allah hendak mengawali rangkaian ayat tentang puasa ini dengan seruan cinta
pada para hamba-Nya yang mengimani dan mencintai-Nya, “Wahai orang-orang
yang beriman pada-Ku dan mencintai-Ku, Aku mewajibkan puasa kepada kalian”.
Sebab setelah seruan ini ada perintah
yang tidak dapat dijalankan oleh semua hamba-Nya. Perintah yang akan
diinstruksikan hanya sanggup dilaksanakan oleh mereka yang mengimani-Nya.
Karena hanya orang beriman yang siap menjawab seruan dan perintah Allah. Karena
tidak pantas bagi orang beriman memiliki pilihan dan sikap lain saat berhadapan
dengan perintah Allah.
Oleh karena itu pula ayat-ayat yang
diawali dengan Ya ayyuhalladzina amanu umumnya berisi perintah dan
larangan. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika kamu
mendengar Allah berfirman, “Ya ayyuhalladzina amanu”, maka pusatkanlah
pendengaranmu baik-baik, karena (setelahnya) adalah kebaikan yang diperintahkan
atau keburukan yang dilarang (mengerjakannya)”. (Tafsir Ibnu Abi Hatim,
1037).
Dan tidak diragukan lagi bahwa
perintah puasa merupakan kebaikan yang mengandung kemaslahatan bagi manusia
dalam seluruh aspek dan dimensi, baik secara ruhiyah (spritual), jasadiyah
(fisik) maupun nafsiyah (psikis). Oleh sebab itu Sykh Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’di rahimahullah menybut pnsyariatan an pwajiban puasa sbagai karunia Allah.
“Allah Ta’ala mngabarkan bahwa Dia mwajibkan
puasa kepdaa mrka (orang briman) sbagaimana tlah Dia wajibkan kepada
ummat-ummat sebelumnya, karena puasa termasuk syariat dan perintah yang
mengandung maslahat bagi makhluq di setiap zaman”, tegas Syekh As-Sa’di”. (Taisir
Karimir Rahman, 83).
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu,
Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya
kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Kemudian Allah menjelaskan hikmah dan
tujuan puasa, yakni, ‘’la’allakum tattaqun”. Agar kalian bertakwa. “Jadi
ternyata puasa merupakan sarana
(wasilah) sarana untuk suatu tujuan (ghayah)”, kata Syekh Nashir al-Umar
hafidzahullah. “Sarananya meninggalkan makan dan minum serta meninggalkan
setiap yang diharamkan Allah Jalla wa ‘alaa, dan tujuannya adalah takwa”,
lanjutnya.
Lalu apa hubungan timbal balik antara
puasa dan takwa? “Karena puasa merupakan sebab paling utama mencapai takwa,
sebab di dalam puasa tercakup menunaikan perintah dan meninggalkan larangan”,
jelas Syekh As-Sa’di. Bahkan hampir semua aspek dan unsuryang masuk dalam makna
takwa terdapat dalam puasa.
Misalnya, orang berpuasa meninggalkan
hal-hal yang diharamkan Allah kepadanya berupa makanan, minuman, bercampur
suami-istri, dan meninggalkan hal lain yang digandrungi oleh jiwa dngan niat
taqarrub kepada Allah dan berharap pahala. Ini adalah takwa, karena pengertian
takwa sbagaimana didfinisikan oleh Tabi’in yang mulia Thalq bin Habib
rahimahullah adalah, “engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan
(panduan) cahaya (petunjuk) Allah karena mengharap pahala[Nya] Allah, dan
engkau meninggalkan apa yang dilarang Allah berdasarkan cahaya Allah karena
takut kepada adzab Allah”.
Orang yang berpuasa juga melatih dirinya dalam menumbuhkan sikap
murabaqabtullah (merasa diawasi oleh Allah). Sehingga ia meninggalkan apa-apa yang diinginkan oleh
nafsunya pada saat ia mampu melakukannya, karena ia tahu bahwa ia dilihat dan
diawasi oleh Allah. Ini juga merupakan jalan meraih dan memperkuat takwa.
Orang yang puasa juga mempersempit
ruang gerak setan yang mengalir dalam diri manusia melalui aliran darah. Dengan
puasa setan melemah sehingga orang yang berpuasa
sedikit dosanya dan banyak ketaatan yang
dilakukannya. Hal ini juga merupakan bagian dari takwa. Ketika merasakan sakitnya rasa lapar saat puasa maka
muncul sikap empati, cinta, kasih sayang kepada sesama. Ini juga merupakan
bagian dari realisasi makna takwa.
Antara Iman, Puasa, dan Takwa
Dalam ayat ini perintah berpuasa ditujukan kepada orang beriman. Tujuan dan hikmahnya adalah takwa. Lalu adakah benang merah yang menghubungkan ketiga hal ini (iman, puasa, dan takwa)? Iman adalah sesuatu yang terpatri kuat dalam hati dan dibuktikan oleh amal perbuatan. Demikian pula dengan takwa. “Takwa itu di sini”, kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menunjuk ke dadanya.
Jadi, iman dan takwa bersemayam di hati lalu mengejawantah dalam amal perbuatan. Artinya hakikat iman dan takwa adalah rahasia seorang hamba dengan Allah. Ini sama halnya dengan puasa yang juga merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam hadits qudsi, “Setiap amalan anak Adam untuknya, kecuali puasa, dan Akulah yang membalasnya”.
Inilah korelasi kuat antara iman, puasa, dan
takwa. Ketiganya merupakan perkara rahasia yang hanya diketahui Allah. Semakin
intens seorang hamba melakukan amalan-amalan rahasia seperti puasa maka semakin
meningkat kwalitas iman dan takwanya. Semoga puasa yang kita jalankan
memperkuat iman dan takwa kita kepada-Nya. [sym]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar