Etika Shalat Hari Raya
Berikut ini adab dan etika yang hendaknya diperhatikan
ketika mendatangi shalat hari raya atau shalat id.
1. Mandi, Menggunakan
Parfum, dan Memakai Pakaian Bagus
Hal ini berdasarkan hadits berikut;
عن زيد بن الحسن بن علي ، عن أبيه – رضي
الله عنهما – قال : أمرنا رسول الله – صلى الله عليه وآله وسلم – في العيدين أن نلبس
أجود ما نجد ، وأن نتطيب بأجود ما نجد ، وأن نضحي بأسمن ما نجد ، البقرة عن سبعة والجزور
عن عشرة ، وأن نظهر التكبير وعلينا السكينة والوقار .
Dari Zaid bin Hasan bin Ali dari Ayahnya radhiyallahu
‘anhuma, beliau berkata bahwa Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami pada shalat dua hari raya untuk mengenakan pakaian terbaik
yang kami miliki, memakai parfum terbaik yang kami miliki, dan berkurban dengan
hewan paling gemuk yang kami miliki, . . .” (HR. Hakim)
Adapun dalil tentang mandi
adalah riwayat dari Al-Baihaqi
melalui asy-Syafi’i tentang seseorang yang pernah bertanya kepada Ali
radhiyallahu ‘anhu tentang mandi. Beliau menjawab,“Mandilah setiap hari jika
engkau mengehendakinya.” Kata orang itu, ”Bukan itu yang kumaksud, tapi mandi
yang memang mandi (dianjurkan). Ali menjawab , ”Hari Jum’at, Hari Arafah, Hari
Nahr dan hari Fithri”.
Ibnu Qudamah mengatakan bahwa karena hari Ied merupakan hari berkumpulnya kaum muslimin untuk shalat,
maka ia disunnahkan untuk mandi sebagaimana hari Jum’at.
Diriwayatkan pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenakan pakaian hibarah shalat hari
Raya.
2. Makan Dahulu Sebelum Berangkat Shalat Idul Fitri, dan
makan setelah kembali dari Shalat Pada hari Idul Adha
Berdasarkan hadits
riwayat ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى
يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa tidak berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri sebelum makan
terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu
kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied
beliau menyantap daging qurbannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidziy).
“Imam Ahmad rahimahullah sebagaimana
dikutip oleh ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2:228) berkata: “Saat Idul Adha
dianjurkan tidak makan hingga kembali dan memakan sembelihan qurban. Karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dari hasil sembelihan qurbannya. Jika
seseorang tidak memiliki qurban (tidak berqurban), maka tidak masalah jika ia
makan terlebih dahulu sebelum shalat ‘ied.”
Bertakbir
Disunahkan mengumandangkan takbir sejak tenggelamnya
matahari pada malam Ied. Pada hari raya Idul Adha takbir dianjurkan untuk
dikumandangkan sejak ba’da shalat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah dan berakhir
pada hari terakhir hari tasyriq (13 Dzulhijjah). Sedangkan pada shalat idul
Fithri takbir berakhir dengan dimulainya shalat ied. Dianjurkan pula bertakbir
ketika berada di perjalanan menuju tempat shalat ‘ied.
Adapun lafazh takbir (takbiran) yang disebutkan oleh para
ulama adalah :
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَ للهِ الْحَمْدُ
Lafazh ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhuma (HR. Ibnu Abi Syaibah).
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
كَبِيْراً
Lafazh ini dicontohkan oleh Salman radhiyallahu ‘anhu (HR. Abdur Rozzaq).
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَـهُ لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ
وَ هُوَ عَلىَ كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
اللهُ أَكْبَرُ ( 3× ) اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْراً
وَ الْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيْلاً لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ لاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَ لَوْ كَرِهَ
الْكَافِرُوْنَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَ نَصَرَ عَبْدَهُ
وَ هَزَمَ اْلأَحْزَبَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ
Lafazh ini disebutkan oleh Imam Syafi’i (Lih:Al Adzkar :
224)
4. Melalui Jalan Yang Berbeda Ketika Berangkat dan Kembali
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Jabir
radhiyallahu ‘anhuma;
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِاللهِ رَضِي اللهُ
عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ إِذَا
كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ ( رواه البخاري (
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika pada hari Raya selalu melalui jalan yang berbeda (ketika
berangkat dan kembali). (HR. Bukhari).
5. Shalat Ied Dilakukan di Tanah Lapang, kecuali darurat
karena hujan atau sebab lainnya, maka boleh dilakukan di masjid.
Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengerjakan
shalat ide di tanah lapang sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut;
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
: كَانَ رَسُولُ اللهِ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى
… ( رواه البخاري و مسلم(
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke luar ke Mushalla (tempat shalat di
tanah lapang) pada hari Idul Fithri dan Idul Adh-ha” (HR. Bukhari dan Muslim).
6. Saling memberi Ucapan Selamat (Tahniah)
Dianjurkan saling menyampaikan ucapan selamat (tahniah) pada
dua hari Raya (idul Fithri dan Idul Adha). Berdasarkan sebuah riwayat bahwa
para shabat Nabi bila bertemu pada hari ied mereka saling menyampaikan ucapan
selamat dengan mengatakan;
تقبل الله منّا ومنكم
7. Diporbolehkan Makan, Minum, dan menikmati hiburan yang
halal selama tidak berlebihan, sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang Idul Adha,
أيام التشريق أيام أكل وشرب وذكرالله
“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari
makan, minum, dan dzikir kepada Allah”. (HR. HR. Ahmad).
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar